Pentingnya Suatu Identitas Diri

Dan dalam identitas ada tiga aspek, yaitu pribadi, sosial dan budaya yang sifatnya kompleks serta dinamis; sehingga masih dapat berubah dan berkembang sepanjang waktu. Adanya perubahan fisik, tekanan psikologis dan pengaruh tekanan sosial maupun media sosial, terlebih Kesehatan mental dapat menyebabkan seseorang mengalami krisis identitas. Lalu, bagaimanakah dengan identitas diri kita saat ini; identitas diri seperti apakah yang ingin kita hidupi selama hidup kita di dunia ini? Sudah adanya identitas diri seperti nama, usia, jenis kelamin, agama, bahkan nomor induk kependudukan tentunya tidak cukup untuk menjamin kita akan meraih kehidupan kekal. Begitupun latar belakang pendidikan ataupun orangtua membantu kita selama ini; sebab identitas tersebut meskipun penting tetapi belum dapat menjadi jaminan untuk memperoleh hidup kekal. Mengapa? Sebab, identitas Allah yang melalui Kitab Suci dan Pelajaran agama sudah diperkenalkan barangkali masih kurang dipahami dan disadari terus-menerus. Allah sebagai Sang Pencipta dapat kita ketahui dari Kitab Kejadian 1 dimana Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya. Bahkan, Allah, Sang Pencipta tidak hanya menciptakan, tetapi juga memberikan suatu identitas atas ciptaan-Nya; seperti yang tertulis dalam Kej.1:5,8,10: “Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam….Lalu Allah menamai cakrawala itu langit…..Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai laut.” Dalam Kitab Kejadian 1:25-31 dikisahkan juga bahwa Identitas manusia sebagai hasil ciptaan Allah dinyatakan sungguh amat baik. Allah menciptakan manusia secitra atau segambar dan serupa dengan Allah. Allah menciptakan manusia secara istimewa dengan memberikan kebebasan dan kuasa untuk memberikan identitas nama kepada ciptaan-Nya. (Lih. Kej. 2:19-20) Dalam tradisi Gereja Katolik, nama Adam dan Hawa sebagai ciptaan Allah memiliki makna simbolis dan teologis. Adam yang berasal dari Bahasa Ibrani memiliki arti manusia laki-laki yang berkaitan juga dengan adamius, yaitu tanah. Maka, Adam secara teologis mewakili seluruh umat manusia. Sementara Hawa yang berasal dari Bahasa Ibrani Chawwah memiliki arti hidup atau ibu kehidupan. (Lih. Kej. 3:20). Gambaran Adam dan Hawa sebagai manusia yang jatuh dalam dosa karena tidak setia kepada Perintah Allah dan berakibat menjadi menderita, harus bersusah payah untuk tetap hidup adalah salah satu bagian identitas diri manusia yang harus diterima dan disadari. Akibat dosa bukan hanya akan menderita tetapi juga maut seperti yang dinyatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, “Sebab upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 6:23). Maka, dengan kepercayaan iman akan Yesus Kristus yang sudah menunjukkan jalan, kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6) kita sebagai oaring-orang Kristiani atau pengikut Kristus dapat berharap apabila setia dalam mengikuti jalan yang ditunjukkan Yesus akan memperoleh hidup yang kekal.
Sumber Katekese & Photo by : Ignatius Bambang Sutanto (Katekis Paroki Katedral)